Do's & Don't's on Gladiation 2017

Do's & Don't's on Gladiation 2017
1.      Peserta wajib daftar ulang di Sekretariat SMAN 1 Magelang pada hari pelaksanaan lomba maksimal 15 menit sebelum acara dimulai (pukul 07.30).
2.      Peserta wajib mengenakan seragam sekolah yang rapi dan sopan sampai acara selesai.
3.      Peserta wajib memakai tanda pengenal (id card) yang telah disediakan oleh panitia.

Gladiation 2017: Motion List

Gladiation 2017: Motion List
             Health
1.      THBT abortion should be legalized
2.      THBT alternative medicines are dangerous
3.      THW ban all sports that define winning as inflicting pain
4.      THW ban transgender operations and therapies
5.      THW establish a special school for people with AIDS

Environment
1.      THW drill for oil in the arctic circle. 
2.      THW ban all factories without proper waste management
3.      THW tackle climate change through population control
4.      THBT the management of trash should be decentralized to a village’s level
5.      THW allow cloning of endangered and extinct species of animals

Technology
1.      THW halt extraterrestrial projects and researches
2.      THBT otome games are harmful
3.      THW follow China’s step to ban foreign social medias in Indonesia
4.      THBT smartphones are making people less intelligent

Socioculture,  Law,  and Politics
1.      THBT there should be no retirement age for employees
2.      THBT United Nation  has failed
3.      THBT the women's rights movement should encourage women to forego childbirth
4.      THBT the deletion of religion status in ID card will promote pluralism

5.      THW reserve seats in legislatures for individuals from lower-income groups

Gladiation 2017: What is a Debate?


What is Debate?

Debating is a clash of arguments.

Worlds Format

  1. There are 2 teams debating, each consists of 3 debaters
  2. One team shall be the Government/Affirmative side, the other team shall be the Opposition/Negative side
  3. Each speaker will deliver a substantial speech of 5 (five)  minutes in duration, with the affirmative going first. Afterwards, either the 1st or 2nd speaker on both sides will deliver the reply speeches of 3 (three) minutes in duration, with the negative going first.
  4. Order of speaking





Motions
Motions, also known as topics, are full propositional statements that determine what a debate shall be about. Affirmative should argue to defend the motion, while Opposition should argue to oppose it.

Definition
š  Definitions serves the purpose to give a clear understanding of what the motion means.
š  Should not define word-by-word
š  Should have a logical link to the motion
š  The right to give a definition belongs to the Government/Affirmative
š  BAD definitions:
š  Truistic
š  Tautological
š  Squirreling
š  Unfair time and place setting


Definitional Challenge
š  An optional strategy for the negative team when 1st govt gives BAD definition. (Only to be done when the definition falls into that category).
š  Can only be done by the 1st negative speaker by explicitly saying “the negative team will challenge the definition”.
š  What to do:
                1. Present the alternative definition. It should not fall into that criteria of bad definition
                2. Explain why the new definition will result into a better debate
                3. (Optional) Provide an even-if case for the definition provided by the government team.

Arguments
š  Arguments answers WHY a team supports/opposes the topic. Arguments should be logical and relevant, backed up with reasoning and good evidence.
š  Structure of the arguments:
1.       Assertion – the statement which should be proved
2.       Reasoning – the reason why that statement is logical
3.       Evidence – examples/data that support the assertion and reasoning above
4.       Link Back – the explanation of the relevance of this argument to the motion


Rebuttals
Rebuttals are responses towards the other team’s arguments. Rebuttals should prove that the other team’s arguments are not as important/logical as they claim.


Speaker Roles
1st Affirmative: Prime Minister
  1. Give the definition of the motion
  2. Outline the team’s case:
š  Present the team line
š  Present the team split (obligatory)
  1. Explain the arguments that are the 1st speaker’s split
  2. Give a brief summary/recap of the speech
1st Negative: Leader of Opposition
  1. Respond to the definition
  2. Rebut 1st Government speaker
  3. Outline the team’s case:
š  Present the team line
š  Present the team split (obligatory)
  1. Explain the arguments that are the 1st speaker’s split
  2. Give a brief summary/recap of the speech



2nd Aff/Neg:
Deputy Prime Minister/Member of Opposition
  1. Signpost the structure of the speech
  2. Rebut the opponent’s main arguments
  3. Briefly restate in General the team’s case
  4. Explain the arguments that are the 2nd speaker’s split
  5. Give a brief summary/recap of the speech
3rd Aff/Neg:
Government Whip/Opposition Whip
  1. Signpost the structure of the speech
  2. Rebut opponent’s arguments, prioritizing the strong/important ones.
  3. Rebuild the team’s case.
  4. Summarize the issues of the debate within a clash.
Note:
It is not advisable for 3rd speakers to bring new arguments

Reply Speaker (both sides)
They are both may give an overview of the debate, especially concerning in:
      The clash point of the debate.
      What ther side has given.
      What the other side has tried to give.
      Why they should win (biased the adjudicator)
      No rebuttal session.
      Prohibited in giving new matter.

Adjudication
      Adjudication is the process of determining which team wins the debates. There is always a winner in a debate. There are no ‘draws’ or ‘ties’. The speakers are assessed on Matter, Manner, and Method. Matter is 40 points, Manner is 40, and Method is 20, making a total of 100 points for each substantial speech. For reply speeches, Matter and Manner are 20 points and Method is 10, making a total of 50 points.

  1. Matter refers to the points, arguments, logic, facts, statistics, and examples brought up during the course of the debate.
  2. Manner is concerned with the style of public speaking – the use of voice, language, eye contact, notes, gesture, stance, humor and personality as a medium for making the audience more receptive to the argument being delivered. There are no set rules, which must be followed by debaters.
  3. Method consists of the effectiveness of the structure and organization of each individual speech, the effectiveness of the structure and organization of the team case as a whole, and the extent to which the team reacted appropriately to the dynamics of the debate. 

Teks Dongeng Sibema Cup 2017 "Asal Usul Banyuwangi"

Asal Usul Banyuwangi

Pada zaman dahulu kala ada sebuah kerajaan yang diperintah oleh Raja, Raja tersebut mempunyai seorang putra bernama "Raden Banterang". Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. Pada suatu hari Raden Banterang pergi berburu di hutan disertai bersama – sama dengan abdinya. Ketika di tengah hutan Raden Banterang sedang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya, segera mengejar kijang itu hingga masuk hingga masuk ke hutan. Sehingga Ia terpisah dengan para pengiringnya.

“Kemana seekor kijang tadi?”, kata Raden Banterang terus mengejar kijang tersebut maka ia pun makin jauh masuk ke hutan. Hingga Ia tiba di sebuah sungai yang sangat jernih dan bening airnya.
“Hem, segar benar air sungai ini,” Raden Banterang minum air sungai itu, hingga melegakan dahaganya. Namun di waktu meminum air tersebut baru, tiba-tiba ia dikejutkan oleh kedatangan seorang gadis cantik jelita.

Melihat gadis tersebut Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu dan bertanya. “Siapakah engkau?” tanya Raden Banterang. Raden Banterang pun memperkenalkan dirinya, dan Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung”.
“Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar cerita gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulan
ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun keluarga bahagia.

Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana. “Surati! Surati!”, panggil seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh ayahnya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena ia telah jatuh cinta kepadanya. Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa.

Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Sewaktu Raden Banterang berada di tengah hutan, ia terkejutkan oleh kedatangan seorang lelaki.
“Tuanku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,” kata lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,” jelasnya. Mendengar laporan dari laki laki tersebut Raden Banterang segera pulang ke istana. Dan dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh laki laki yang menemui di hutan. Setelah di temukan ikat kepala itu, maka di curigailah istrinya.

Karena ketakutan Raden Banterang akan keselamatan dirinya dan kecurigaan akan istrinya, maka ia berniat jahat terhadap istrinya. Tetapi istrinya pun menjelaskan bahwa dari mana asal ikat kepala tersebut.

Setelah menjelaskan semua hal tersebut, hati Raden Banterang tidak juga cair bahkan iamasih saja menganggap istrinya berbohong. Dengan penuh kekecewaan Surati berkata “Kakahanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang.

Tak lama setelah menghilangnya Surati, terjadi sebuah keajaiban. Bau yang harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak berdosa!” Dengan sangat menyesalnya Raden Banterang, meratapi kematian Surati istrinya, dan menyesali kebodohannya.

Sejak saat itu, sungai tersebut menjadi harum baunya, sejak saat itu cerita ini diangkat menjadi cerita asal usul kota banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Maka nama Banyuwangi kemudian menjadi nama salah satu kota di Jawa Timur yaitu Kota Banyuwangi.

Teks Dongeng Sibema Cup 2017 "Asal Usul Pulau Irian"

Asal Usul Pulau Irian

Di kampung Sopen, Biak Barat pada zaman dahulu tinggal sebuah keluarga yang mempunyai beberapa anak lelaki. Salah seorang dari anak tersebut bernama Mananamakrdi.

Di sekujur tubuh Mananamakrdi dipenuhi kudis. Sangat berbau ia hingga orang-orang tidak tahan berdekatan dengannya. Karena itu Mananamakrdi sangat dibenci, tidak hanya oleh orang-orang di dalam sukunya, melainkan juga oleh saudara-saudara kandungnya. Saudara-saudara kandungnya sudah tidak tahan lagi mendapati Mananamakrdi berada di dekat mereka hingga mereka pun mengusir Mananamakrdi dari rumah mereka. Mananamakrdi berjalan ke arah timur hingga ia tiba di sebuah pantai. Ia lantas mengarungi lautan luas dengan menaiki perahu yang tertambat di pantai itu. Beberapa saat berlayar, Mananamakrdi mendarat di Pulau Miokbudi. Mananamakrdi memutuskan untuk tinggal di pulau itu.

Di Pulau Miokbudi banyak ditumbuhi pohon sagu dan juga kelapa. Setiap hari Mananamakrdi memangkur sagu, dari pagi hingga sore hari, untuk memenuhi kebutuhan makannya. Ia juga menyadap air nira dengan bambu dan mernbuat tuak yang dilakukannya setelah selesai memangkur sagu. Pada suatu sore Mananamakrdi terkejut ketika mendapati bambu yang digunakannya untuk menyadap air nira telah kosong. Mananamakrdi sangat kesal. Pada malam harinya Mananamakrdi duduk di pelepah daun kelapa untuk menangkap pencuri air niranya. Hingga larut malam si pencuri belum juga datang. Menjelang datangnya pagi, sesuatu yang bersinar dari langit mendekati pohon kelapa tempat Mananamakrdi menunggu. Sesuatu itu lantas hinggap di pohon kelapa dan meminum seluruh air nira sadapan Mananamakrdi. Sebelum sesuatu itu hendak kembali, Mananamakrdi bergerak cepat untuk menangkapnya.

"Siapa engkau?" seru Mananamakrdi.
"Aku Sampan si bintang pagi," jawab sesuatu yang bersinar itu. "Lepaskan aku karena matahari hampir terbit."

Mananamakrdi tak ingin buru-buru melepaskan Sampan. Ia meminta Sampan menyembuhkan penyakit kudisnya dan memberinya seorang gadis berwajah cantik untuk diperistrinya.

Sampan bersedia memenuhi keinginan Mananamakrdi. Ia menyarankan agar Mananamakrdi menuju pantai di dekat hutan itu. Di pantai itu tumbuh pohon bitanggur. Kata Sampan, "Jika ada gadis yang engkau kehendaki tengah mandi di pantai, lemparkan satu buah bitanggur ke laut. Niscaya gadis itu akan menjadi istrimu."Mananamakrdi menuruti saran Sampan. Ia menuju pantai di mana terdapat pohon bitanggur besar. Dilihatnya beberapa gadis tengah mandi di pantai itu. Tak ada seorang pun dari gadis-gadis itu yang menarik minatnya. Ia lantas menunggu di bawah pohon bitanggur itu. Pada suatu sore Mananamakrdi melihat seorang gadis berwajah sangat cantik mandi di pantai. Mananamakrdi terpesona padanya. Ia lantas memanjat pohon bitanggur dan melemparkan buah bitanggur ke laut.

Gadis cantik itu bernama Insoraki, putri Kepala Suku dari Kampung Meokbundi. Buah bitanggur yang dilemparkan Mananamakrdi mengenai tubuhnya ketika ia tengah mandi. Meski telah dibuangnya jauh jauh, buah bitanggur itu kembali mendekati dan mengenainya. Karena jengkel, Insoraki lantas pulang ke rumahnya.

Tak berapa lama kemudian Insoraki mengalami kejadian yang sangat mengejutkan. Ia mengandung. Orangtua dan segenap warga Kampung Meokbundi menjadi gempar dan terheran-heran. Bagaimana mungkin Insoraki yang belum bersuami itu mengandung, sementara Insoraksi dikenal sebagai gadis yang baik akhlaknya.

Berselang sembilan bulan kemudian Insoraki melahirkan seorang bayi lelaki. Kembali keanehan didapati warga Kampung Meokbundi ketika melihat bayi lelaki itu tidak menangis ketika dilahirkan, melainkan tertawa. Bayi lelaki itu lantas diberi nama Konori dan dibuatlah pesta ketika bayi itu diberi nama. Mananamakrdi datang menghadiri pesta tersebut. Ketika mendapati Mananamakrdi, Konori mendadak merangkak menuju Mananamakrdi dan berteriak-teriak, "Ayaaah ...!"

Orang-orang terperanjat. Kian terperanjat mereka saat Konori menjelaskan bahwa lelaki berpenyakit kudis di sekujur tubuhnya itu adalah ayahnya. Mananamakrdi dan Insoraki akhirnya dinikahkan.

Sejak Mananamakrdi tinggal di kampung Meokbundi, Kepala Suku dan warga kampung meninggalkan kampung mereka karena tidak tahan mencium bau busuk dari tubuh Mananamakrdi. Jijik pula mereka melihat tubuh Mananamakrdi yang penuh dengan kudis itu. Kampung Meokbundi pun akhirnya sepi dan hanya dihuni Mananamakrdi, Insoraki, dan Konori.Mananamakrdi merasa sedih mendapati kenyataan itu. Ia pun menagih janji Sampan. Ia pun mendapat petunjuk. Mananamakrdi lalu membakar kayu-kayu kering. Setelah api membesar, ia memasuki api besar yang membakar itu. Keajaiban pun terjadi. Mananamakrdi keluar dari nyala api dengan tubuh bersih dari penyakit kudis. Wajahnya sangat tampan. Sejak peristiwa tersebut Mananamakrdi mempunyai berbagai kesaktian. Mananamakrdi lantas menyebut dirinya Masren Koreri yang berarti lelaki yang suci.

Pada suatu hari Mananamakrdi berdoa. Terciptalah kemudian sebuah perahu layar. Mananamakrdi lantas mengajak anak dan istrinya untuk melayari laut luas. Mereka mendarat di wilayah Mandori, di dekat Manokwari. Mananamakrdi dan anak serta istrinya lantas memutuskan berdiam di tempat yang berbukit-bukit itu.

Cuaca di Mandorijika pagi hari sangat dingin dan diselimuti kabut tebal. Ketika matahari terbit, udara berubah menjadi hangat dan kemudian menjadi panas. Ketika mendapati cuaca yang panas, Konori berteriak-teriak memanggil ayahnya,

"Ayah ... Irian! Irian!"


Maka, sejak saat itu wilayah itu pun disebut dengan nama Irian yang di dalam bahasa Biak berarti panas.

Teks Dongeng Sibema Cup 2017 "Ajisaka"

Ajisaka

Pada zaman dahulu kala, di Desa Medang Kawit, Desa Majethi, Jawa Tengah. Hidup seorang kesatria bernama Ajisaka. Dia seorang tampan dan memiliki ilmu yang sangat sakti. Ajisaka memiliki dua orang punggawa bernama Dora dan Sembada. Suatu hari, Ajisaka ingin pergi berkelana, bertualang meninggalkan Pulau Majethi. Kemudian Ajisaka pun pergi bersama dengan Dora. Sedangkan Sembada tetap tinggal di Pulau Majethi. Sebelum pergi Ajisaka berpesan kepada Sembada untuk menjaga keris pusaka Ajisaka dan membawanya ke Pegunungan Kendeng.

Pada waktu itu di Jawa ada negeri yang terkenal makmur, aman, dan damai, yang bernama Negeri Medang Kamulan. Negeri itu dipimpin oleh Prabu Dewata Cengkar, seorang raja yang berbudi luhur dan bijaksana. Ia selalu memberikan yang terbaik untuk rakyatnya. Sehingga Negeri Medang Kamulan sejahtera. Namun, semuanya berubah bermula ketika sang juru masak kerajaan teriris jarinya saat memasak. Sehingga potongan kulit dan darahnya pun masuk ke dalam sup yang akan disuguhkan kepada Sang Raja. Kemudian ia pun menyajikan masakannya kepada Prabu Dewata Cengkar. Prabu Dewata Cengkar langsung melahap habis sup tersebut ia merasa sup yang disajikan sangat lezat, kemudian ia mengutus patihnya yaitu Jugul Muda untuk menanyai juru masak kerajaan. Kemudian sang juru masak berkata bahwa ia tidak sengaja teriris jarinya menyebabkan kulit dan darahnya tercampur masuk ke dalam sup yang dihidangkan untuk Prabu Dewata Cengkar.

Setelah kejadian itu Prabu Dewata Cengkar memerintahkan kepada patihnya untuk menyiapkan seorang rakyatnya untuk disantap setiap harinya. Sejak itulah sang Prabu menjadi senang makan daging dan darah manusia dan sifatnya pun berubah menjadi bengis, jahat dan senang melihat orang menderita.

Ajisaka bersama Dora saat itu tiba di Hutan yang sangat lebat. Ketika akan melintasi hutan tersebut, tiba-tiba Aji Saka mendengar teriakan seorang laki-laki meminta tolong. 
Mendengar teriakan itu, Aji Saka dan Dora segera menuju ke sumber suara tersebut. Tak lama kemudian, mereka mendapati seorang laki-laki paruh baya sedang dipukuli oleh dua orang perampok. Melihat tindakan kedua perampok tersebut, Aji Saka pun naik pitam. Dengan secepat kilat, ia melayangkan sebuah tendangan keras ke kepala kedua perampok tersebut hingga tersungkur ke tanah dan tidak sadarkan diri. Setelah itu, ia dan abdinya segera menghampiri laki-laki itu.
Lelaki paruh baya itu pun bercerita bahwa dia seorang pengungsi dari Negeri Medang Kamulan. Ia mengungsi karena raja di negerinya yang bernama Prabu Dewata Cengkar setiap hari mengincar rakyatnya untuk di hidangkan. Karena takut menjadi mangsa sang Raja, lelaki itu kabur dari negeri itu.
Aji Saka dan Dora tersentak kaget mendengar cerita laki-laki tua yang baru saja ditolongnya itu.

Mendengar pejelasan itu, Aji Saka dan abdinya memutuskan untuk pergi ke Negeri Medang Kamulan. Ia ingin menolong rakyat Medang Kamulan dari kebengisan Prabu Dewata Cengkar.

Dengan gagahnya, Aji Saka berjalan menuju ke istana. Suasana di sekitar istana tampak sepi. Hanya ada beberapa orang pengawal yang sedang mondar-mandir di depan pintu gerbang istana. 
 “Saya Aji Saka dari Medang Kawit ingin bertemu dengan sang Prabu dan menyerahkan diri saya kepada Sang Prabu untuk dimangsa,” jawab Aji Saka.

Para pengawal istana terkejut mendengar jawaban Aji Saka. Tanpa banyak tanya, mereka pun mengizinkan Aji Saka masuk ke dalam istana. Saat berada di dalam istana, ia mendapati Prabu Dewata Cengkar sedang murka, karena Patih Jugul tidak membawa mangsa untuknya. Tanpa rasa takut sedikit pun, ia langsung menghadap kepada sang Prabu dan menyerahkan diri untuk dimangsa.

Betapa senangnya hati sang Prabu mendapat tawaran makanan. Dengan tidak sabar, ia segera memerintahkan Patih Jugul untuk menangkap dan memotong-motong tubuh Aji Saka untuk dimasak. Ketika Patih Jugul akan menangkapnya, Aji Saka mundur selangkah, lalu berkata: 
“Ampun, Gusti! Sebelum ditangkap, Hamba ada satu permintaan. Hamba mohon imbalan sebidang tanah seluas serban hamba ini,” pinta Aji Saka sambil menunjukkan sorban yang dikenakannya.
Permintaan itu dikabulkan oleh Sang Prabu. Ajisaka kemudian meminta Prabu Dewata Cengkar menarik salah satu ujung sorbannya. Ajaibnya, sorban itu setiap diulur, terus memanjang dan meluas hingga meliputi seluruh wilayah Kerajaan Medang Kamulan  sampai di pantai Laut Selatan. Kemudian Ajisaka mengibaskan sorban tersebut, hal ini membuat Prabu Dewatacengkar terlempar ke laut. Wujud Prabu Dewata Cengkar lalu berubah menjadi buaya putih.

Mengetahui kabar tersebut, seluruh rakyat Medang Kamulan kembali dari tempat pengungsian mereka. Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi Raja Medang Kamulan menggantikan Prabu Dewata Cengkar.
Setelah beberapa hari, Ajisaka menyuruh Dora pergi ke Pulau Majethi untuk ngambil keris pusaka yang dijaga oleh Sembada.

Setelah berhari-hari berjalan, sampailah Dora di Pegunungan Gendeng. Ketika kedua sahabat tersebut bertemu, mereka saling rangkul untuk melepas rasa rindu. Setelah itu, Dora pun menyampaikan maksud kedatangannya kepada Sembada. 
Sembada yang patuh pada pesan Ajisaka tidak memberikan keris pusaka itu ke Dora. Dora tetap memaksa agar pusaka itu segera diserahkan. Akhirnya keduanya bertarung tanpa ada yang mau mengalah. Mereka bersikeras mempertahankan tanggungjawab masing-masing dari Aji Saka. Mereka bertekad lebih baik mati daripada mengkhianati perintah tuannya. Akhirnya, terjadilah pertarungan sengit antara kedua orang bersahabat tersebut. Namun karena mereka memiliki ilmu yang sama kuat dan tangguhnya, sehingga mereka pun mati bersama. 

Sementara itu, Aji Saka sudah mulai gelisah menunggu kedatangan Dora dari Pegunung Gendeng.

Sudah dua hari Aji Saka menunggu, namun Dora tak kunjung tiba. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyusul ke Pegunungan Gendeng seorang diri. Betapa terkejutnya ia saat tiba di sana. Ia mendapati kedua pengikut setianya Dora dan Sembada telah tewas. Mereka tewas karena ingin membuktikan kesetiaannya kepada tuan mereka. Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya tersebut, Aji Saka menciptakan aksara Jawa atau dikenal dengan istilah dhentawyanjana.